header entertainesia

Review Film Buya Hamka Vol. 1; Hidup Jangan Biasa-biasa Saja!

3 comments
Review film Buya Hamka vol. 1
Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera juga bekerja.
Kalimat tersebut adalah salah satu quote yang menohok dalam film Buya Hamka Vol. 1. Terutama buat generasi rebahan yang sering malas gerak, tapi mau hidup enak, hehe.

Film biopik berdurasi 106 menit ini layak ditonton bersama seluruh keluarga. Karya Fajar Bustomi ini mendapat klasifikasi SU alias Segala Umur.

Namun dikarenakan cerita dan bahasa yang digunakan cukup berat untuk dicerna bagi anak-anak di bawah 12 tahun, bisa jadi anak-anak akan mengalami kebosanan di pertengahan cerita. Kecuali kalau anak-anak Entertain Holic memang sudah candu menonton film atau membaca buku bertema sejarah dan tokoh-tokoh besar, film Buya Hamka bisa tuh jadi tontonan seru buat mereka.

Siapakah Buya Hamka?

Ada yang belum mengenal Buya Hamka? Seorang tokoh besar yang merupakan Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) pertama. Tak hanya sebagai ulama, beliau juga merupakan sastrawan yang dikenang melalui karya-karya besarnya, seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck.

Dulu Miminesia pikir HAMKA adalah nama asli beliau. Baru beberapa tahun belakangan Miminesia menyadari kalau HAMKA adalah nama pena yang ternyata merupakan singkatan dari nama panjangnya; Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

Beliau lahir pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat. Dibesarkan dalam keluarga yang taat agama. Ayahnya, Abdul Karim Amrullah adalah seorang ulama besar pada zamannya.
Buya Hamka real vs Buya Hamka dalam Film
Hamka muda adalah sosok yang suka bertualang. Dia meninggalkan tempat lahirnya dan menuju ke Jawa. Ia bertemu dengan H.O.S Tjokroaminoto yang menginspirasinya untuk menulis. Lalu ia juga bertolak ke Mekah karena ia merasa keislamannya masih dangkal, juga bahasa Arabnya belum fasih.

Buya Hamka juga dianugerahi gelar doktor kehormatan dari Universitas Al Azhar dan Universitas Nasional Malaysia. Ada banyak kutipan-kutipan Buya Hamka tentang cinta dan kehidupan yang menginspirasi banyak orang.

Beliau adalah salah satu motor penggerak Muhammadiyah di Makasar, Sumatra Timur dan Padang Panjang yang sangat disegani. Walau pernah pula ia dicap sebagai pengkhianat, tetapi hingga akhir hayatnya Buya Hamka menunjukkan integritasnya sebagai seorang ulama besar.

Buya Hamka mengembuskan napas terakhir pada 24 Juli 1981. Beberapa bulan setelah ia melepaskan posisinya sebagai Ketua MUI.

Beberapa Scene Pencuri Hati di Film Buya Hamka Vol. 1

Mencatat sejarah Buya Hamka tentu saja tak bisa cukup hanya dengan satu postingan blog, Entertainesia Holic bisa lah browsing sendiri kisah-kisah inspiratif tentang beliau. Pastinya saking banyak hal inspiratif tentang beliau, pada akhirnya kisah hidup beliau difilmkan.

Jujur setelah nonton film Buya Hamka Vol. 1, aku jadi pengen cari tahu lebih banyak tentang sosok beliau. Apalagi di akhir film ada cuplikan Vol. 2 dan Vol. 3 yang bikin makin penasaran untuk mengetahui kelanjutannya.

Di Vol. 1, film dibuka dengan sosok Buya Hamka yang berada di dalam tahanan. Istrinya, Sitti Raham beserta anak-anaknya datang mengunjungi. Sitti Raham membawakan rantang berisi makanan kesukaan.

Buya Hamka meneteskan air mata haru, mengingat perjalanan hidupnya hingga berada di titik ini. Lalu film pun flashback ke tahun 1930an di mana Buya Hamka masih berkiprah sebagai pimpinan Muhammadiyah Cabang Makassar.

Empat jempol deh buat totalitas aktor dalam film Buya Hamka. Sebagian besar dialog menggunakan bahasa Minang. Saat setting berada di Makasar, tokoh yang memerankan orang Makassar pun berbahasa Makassar. Lalu saat ada tokoh yang asli Jawa Barat, logat Sundanya pun terlihat.

Perpaduan dialog dengan berbagai aksen ini membuat film Buya Hamka semakin kaya. Di sela-sela dialog yang cukup ‘berat’ untuk dicerna, kalimat-kalimat romantis antara Buya Hamka dan istrinya meluncur dengan syahdu. Menjadikan bumbu tersendiri untuk film berdurasi 106 menit ini.

1. Menolak Poligami

Scene pertama yang mencuri hati yaitu ketika seorang bapak datang menawarkan anaknya untuk dijadikan istri kedua Buya Hamka. Buya Hamka pun tergopoh-gopoh pergi, berpura-pura mencari tasnya.

Saat hendak berlalu dari kantor Muhammadiyah Cabang Makassar, Ola (nama gadis yang hendak dijodohkan dengan Buya Hamka) mendatanginya dan menyodorkan tas kepada Buya Hamka. Ola kemudian bertanya dalam dialek Makassar, ‘Apakah aku buruk rupa, sehingga Engku enggan menikahiku? Bukankah dalam Al Quran diperbolehkan bagi seorang lelaki menikahi 2, 3, bahkan 4 orang wanita?”

Buya Hamka kemudian menjawab dengan santun, “Tidak Ola. Engkau sama sekali tidak buruk rupa. Namun ayat itu ada lanjutannya. Jika kau mampu berbuat adil. Apabila tidak bisa adil, cukuplah menikah dengan satu perempuan saja.”

Ola masih mencoba meyakinkan Buya Hamka, “Saya yakin Engku bisa berbuat adil.”

Buya Hamka kemudian beristighfar mendengar jawaban Ola, “Astaghfirullahal’azim. Saya hanya manusia biasa, pasti ada kondisi di mana saya tidak bisa berlaku adil. Hanya Allah SWT yang Maha Adil.”

Buya Hamka kemudian coba menenangkan Ola, “Saya tahu ini kehendak orang tua Ola, bukan? Nanti saya akan coba menjelaskan kepada orang tua Ola. Saya juga tahu pasti Ola memiliki keinginan sendiri untuk kehidupan Ola.”
Buya Hamka menolak poligami
Pada akhirnya Ola tidak menjadi istri kedua Buya Hamka. Saat Buya Hamka pindah ke Medan, ibu Ola datang dan berterima kasih pada Buya Hamka karena telah meyakinkan ayah Ola untuk tidak menikahkan Ola. Sekarang Ola telah melanjutkan pendidikannya dan bercita-cita menjadi guru.

Mendengar hal tersebut, Sitti Raham menggoda Buya Hamka, “Sudah cantik, calon guru pula. Sungguh calon istri yang tepat.”

Buya Hamka lalu menyambut godaan sang istri dengan rayuan yang membuat senyum Sitti Raham mengembang, “Itulah kenapa aku tak bisa menduakanmu, ummi. Karena engkau yang paling cantik dan guru terbaik untuk anak-anak.”

Scene ini buat Miminesia luar biasa. Seorang tokoh besar ditawari istri kedua, kalau zaman sekarang, mungkin nggak bakal ditolak ya? Hehe.

Namun Buya Hamka menunjukkan integritasnya sebagai seorang muslim yang memahami agama tidak sepotong-sepotong. Hmm, bukan berarti yang sekarang menjadi pelaku poligami terus buruk ya, hehe.

2. Peran Sitti Raham Sebagai Penyejuk Hati

Dalam beberapa scene ditampilkan bagaimana Sitti Raham adalah sosok perempuan yang bisa menerima Buya Hamka apapun kondisinya. Ia siap menjadi teman berdiskusi, teman berjuang, teman berdakwah, sekaligus istri yang selalu setia dan percaya pada setiap keputusan suaminya.

Seperti saat Buya Hamka mendapat tawaran untuk menjadi kepala redaksi Pedoman Masyarakat di Medan, Buya Hamka sengaja menyembunyikannya dari Sitti Raham. Sitti Raham yang mengetahui kegalauan di hati suaminya justru mendukung agar Buya Hamka mengambil peran tersebut.

“Muhammadiyah Makassar sudah bisa mandiri, saatnya Engku mencari jalan dakwah yang lain. Jadilah contoh untuk ulama lain bagaimana menerapkan tauhid yang sebenarnya. Menerapkan tauhid tanpa mudah mengkafirkan golongan yang lain.”

Sebelumnya memang Buya Hamka sempat mengeluhkan sebuah kondisi di masyarakat kepada Sitti Raham. Di mana banyak ulama dan ahli agama yang merasa paling tahu mengenai ketauhidan, tapi mudah sekali mengkafirkan pihak lain.

Saat itu Sitti Raham hanya menanggapi dengan senyum, “Tidak mudah mengubah perilaku orang lain. Cukup jadikan diri Engku sebagai contoh. Sebagaimana selama ini saya mencontoh Engku.”
Sitti Raham, istri Buya Hamka
Sitti Raham memberikan gambaran bagaimana istri sebagai penyejuk hati yang sebenarnya. Mengetahui bahwa dengan berkiprah sebagai Pemimpin Redaksi di sebuah surat kabar baru tentulah masih belum bisa menyokong perekonomian keluarga, SItti Raham dengan ikhlas untuk tinggal berjauhan dengan suaminya. “Biarlah aku dan anak-anak tinggal di Padang Panjang, Engku.”

Sitti Raham juga bukan istri yang neko-neko. Beda cerita dengan istri zaman now yang minta rumah, minta mobil sama suaminya. Sitti Raham cuma minta dibelikan sajadah satu lagi, karena selama ini sajadah mereka cuma ada satu dan dipakai bergantian.

“Belikan sajadah satu lagi, Engku, biar kita bisa shalat berjamaah,” pinta Sitti Raham kepada Buya Hamka, sang suami.

Sitti Raham jugalah yang mengingatkan Buya Hamka untuk birrulwalidain. Saat Buya Hamka hendak menulis buku tentang tasawuf, Sitti Raham berkata, “Kenapa tidak temui Haji Rasul (nama panggilan ayah Buya Hamka) agar apa yang akan ditulis menjadi lebih bermakna?”

3. Profesional Tanpa Batas

Suatu hari sebuah kabar duka datang dari Padang Panjang. Salah satu putra Buya Hamka yang bernama Hisyam meninggal dunia.

Buya Hamka tentu saja berduka. Ia lampiaskan dukanya dalam sujudnya yang panjang. Salah seorang karyawan telah menyiapkan delman untuk mengantarkan Buya Hamka pulang ke Padang Panjang, tetapi ditolak olehnya.

“Tidak perlu. Saya tidak akan pulang. Hari ini adalah jadwal naik cetak. Saya harus mengawal hingga pagi. Kalaupun saya pulang sekarang, anak saya juga pasti sudah dikuburkan.”
Buya Hamka yang profesional
Buya Hamka mengubur dalam-dalam rasa dukanya dan fokus mengawal proses naik cetak Pedoman Masyarakat. Setelah semua tugasnya selesai, barulah Buya Hamka pulang ke rumahnya di Padang Panjang dan meluapkan kesedihannya di hadapan sang istri.

Pemahaman Sitti Raham atas kondisi suaminya juga luar biasa. Dia menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman yang lebar. Dia juga menghibur suaminya dengan kata-kata yang menenangkan, “Hisyam pasti mengerti tanggungjawab ayahnya.”

4. Kiai Cabul

Selain dikenal sebagai ulama besar, Buya Hamka juga dikenal dengan karya sastra yang ditulisnya. Dua novel roman berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnnya Kapal Van Der Wijck pernah jadi novel paling laris pada zamannya.

Banyak perempuan berharap bisa bersanding dengan sosok Zainuddin (tokoh utama dalam kedua novel tersebut). Tak sedikit perempuan yang berkata kalau karakter Hayati dalam novel itu relate dengan kehidupan mereka.

Buya Hamka memang banyak mengkritisi adat kawin paksa yang saat itu masih banyak dijalankan. Juga adat matrilineal yang ada di Minangkabau.

Walau banyak yang mendukung novel-novel karyanya, tak sedikit pula yang memprotes karya-karya Buya Hamka. Bahkan beliau disebut sebagai Kiai Cabul.
buku dan film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
Ejekan ini dijadikan bahan obrolan antara Sitti Raham dan Buya Hamka. Sitti Hatta bertanya pada sang suami, “Bagaimana kalau ada yang bilang Engku ini kiai cabul? Kiai kok doyan menulis cerita-cerita roman?”

Buya Hamka lantas bertanya pada sang istri, “Kalau Ummi mendengar perkataan tersebut, bagaimana Ummi akan menjawabnya?”

Sitti Raham terdiam sesaat, lalu sambil tersenyum ia menjawab, “Saya akan berkata bahwa setiap orang memiliki cara berdakwahnya masing-masing. Berdakwah tidak selalu melalui mimbar dan ceramah. Berdakwah melalui roman juga bisa menggetarkan banyak hati.”

Kalimat tepatnya seperti apa, Miminesia juga lupa. Namun insight dari scene tersebut sangat mengena di hati Miminesia;
Niatkan menulis untuk menyampaikan pesan kebenaran. Tulisan yang lahir dari hati akan selalu mampu sampai ke hati setiap pembaca.

Oya ada yang menarik di salah satu scene saat Buya Hamka bercerita kepada Sitti Raham tentang sosok tokoh yang ditulis untuk romannya. "Hayati di roman yang saya tulis wajahnya secantik dirimu, Ummi."

Fyi, pada film Di Bawah Lindungan Ka'bah, tokoh Hayati memang diperankan Laudya Cynthia Bella yang berperan sebagai Siti Raham dalam film Buya Hamka Vol.1. 

Buku dan Scene film Di Bawah Lindungan Ka'bah


5. Penjilat Jepang

Film Buya Hamka Vol. 1 ini banyak mengisahkan perjuangan Buya Hamka pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Buya Hamka memang tidak turun memegang senjata, tetapi lewat penanya, mengobarkan semangat dan daya juang rakyat Indonesia dalam melawan penjajah.

Tulisan-tulisannya yang bernas dikenal seantero Hindia Belanda, bahkan surat kabarnya pernah digeledah oleh tentara Belanda dan diperingatkan agar tidak menulis artikel yang akan bersifat provokasi. Buya Hamka yang cerdas menyembunyikan mesin ketik dan juga artikel yang hendak naik cetak.

Setelah tentara Belanda keluar dari kantornya, ia melanjutkan ketikannya. Ia tak gentar dengan penjajah. Kebenaran harus disampaikan.

Keberaniannya yang tercermin dalam artikel-artikel yang ditulisnya sampai jumpa ke Ir. Soekarno. Saat itu Bung Karno sedang diasingkan di Bengkulu. Buya Hamka pun bertemu dengan Bung Karno dan sejak saat itu mereka menjalin pertemanan.

Sayangnya nanti di vol.2 sepertinya pertemanan itu akan goyah. Buya Hamka bahkan dijadikan tahanan politik saat Bung Karno menjadi presiden. Ada apa dan kenapa? Tunggu di film keduanya, Entertain Holic.

Saat Jepang datang ke Indonesia, kantor Pedoman Masyarakat dibredel. Tak hanya itu, Jepang juga memaksa rakyat Indonesia untuk melakukan praktik menghormat kepada matahari sebagai bentuk penghormatan kepada kaisar Jepang pada saat itu.

Buya Hamka juga mendapat undangan. Saat itu Sitti Raham yang juga diberitahu tentang undangan tersebut merasakan kegalauan Buya Hamka. Jika Buya Hamka tidak datang, seluruh anggota Muhammadiyah pasti akan diburu dan dianggap sebagai pembelot. Tetapi jika Buya Hamka datang, artinya ia harus melakukan kesyirikan.

Akhirnya setelah dipikirkan dengan matang, Buya Hamka tetap datang. Namun Buya Hamka tidak mau melakukan penghormatan. Sayangnya nih part ini tidak ditampilkan di film, hanya diucapkan saja lewat dialog.

Padahal menurut Miminesia pasti lebih cakep kalau scene saat Buya Hamka tidak melakukan hormat ke matahari ditampilkan. Lebih greget gituh.

Lalu Nakashima, Gubernur Jepang saat itu bertanya kepada Buya Hamka alasannya menolak melakukan penghormatan. Karena itu sama halnya dengan Buya Hamka menghina kaisar Jepang.

Buya Hamka dengan tegas mengatakan, “Justru Nippon yang menghina bangsa kami. Nippon telah membunuh ulama-ulama. Melarang kami untuk beribadah sesuai agama kami. Menutup sekolah-sekolah kami. Memaksa kami melakukan kesyirikan.”

Nakashima pun segan dengan ketegasan Buya Hamka, lalu menanyakan apa win-win solution untuk kondisi ini. Buya Hamka kemudian memberikan opsi, “Jangan bunuh ulama-ulama kami. Biarkan kami tetap beribadah dan berceramah.”
Buya Hamka dituduh sebagai penjilat jepang
Nakashima menyetujuinya dengan syarat Buya Hamka mendukung Nippon. Akhirnya dituliskanlah di media-media Nippon, sebuah propaganda bahwasanya Nippon adalah pelindung masyarakat muslim dan Buya Hamka mendukung Nippon. Tentu saja tanpa diceritakan latar belakang di balik dukungan tersebut.

Karena hal inilah Buya Hamka dihujat banyak orang, dianggap sebagai penjilat Jepang. Ia pun kemudian diturunkan dari jabatannya sebagai Ketua Muhammadiyah Sumatera Timur.

Bukan hanya diturunkan dari posisinya, masyarakat pun tak lagi percaya pada Buya Hamka. Tak ada satu pun masjid yang mengundangnya ceramah ataupun menjadi imam shalat. Buya Hamka merasa sedih dan kecewa, tetapi Sitti Raham selalu mendampingi. Sitti Raham kemudian mengajak Buya Hamka untuk pulang ke Padang Panjang.
Menjelaskan hal-hal kepada orang lain seringkali tidak diperlukan. Mereka yang tidak mengetahui seperti apa jalan pikiran kita yang sebenarnya tak akan benar-benar mampu memahami kita.   

 

6. Dakwah Bukan Jual Beli

Kepulangan Buya Hamka ke Padang Panjang tak lama berselang dengan kepergian sang ayah untuk selama-lamanya. Bersyukur di Padang Panjang, Buya Hamka masih dipercaya untuk mengisi mimbar-mimbar ceramah dan menjadi imam sholat.

Suatu hari, Buya Hamka mendapat bisyaroh dari jamaah masjid tempatnya berceramah. Bisyaroh itu dititipkan kepada temannya. Buya Hamka menolaknya dengan halus, “Dakwahku bukanlah jual beli. Masih diberi kesempatan untuk berceramah saja sudah merupakan sebuah kehormatan besar.”

Temannya menghormati keputusan Buya Hamka, tapi ia juga mengingatkan bahwasanya keluarganya juga memiliki kebutuhan. Buya Hamka akhirnya mengeluarkan buku-buku karyanya dari dalam tas, “Begini saja aku terima uang ini, sebagai gantinya ambillah buku-buku ini. Aku akan menerimanya sebagai bentuk penjualan dari buku-buku ini.”

Begitulah Buya Hamka tidak pernah mau mengambil sepeser pun dari jalan dakwah. Ia menghidupi keluarganya dengan menjadi wartawan dan royalti buku-buku terbitannya.

7. Quote-quote Inspiratif

Ada banyak quote inspiratif bertebaran di sepanjang film Buya Hamka Vol.1. Sayangnya Miminesia tak sempat mencatat semua quote tersebut karena terlalu fokus dengan alur cerita yang sayang untuk dilewatkan.

Selain quote yang Miminesia tuliskan sebagai pembuka artikel ini, ada dua quote lain yang sempat tertangkap memori. Quote pertama;
Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah.
Kalimat ini muncul ketika karyawannya memberitahukan bahwa oplah Pedoman Masyarakat mengalami peningkatan. Dalam scene tersebut, Buya Hamka memberikan motivasi bahwasanya kesuksesan tidak datang tiba-tiba.

Buya Hamka juga mengapresiasi kinerja timnya yang tentunya nggak ada kata mager dalam kamus mereka. Dengan kerja keras dan cerdas mereka lah, Pedoman Masyarakat bisa menjadi sukses.

Quote inspiratif berikutnya;
Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi. Namun ilmu tanpa iman, bagaikan lentera di tangan pencuri.
Kalimat ini muncul kalau tidak salah saat cuplikan volume dua atau tiga ditayangkan. Bikin penasaran kan di vol. 2 dan 3 seperti apakah kisah Buya Hamka?

Selain quote di atas, ada juga quote tentang air mata dan garam. Kembali ke scene awal film ini, Buya Hamka yang menangis haru saat menikmati ikan yang dibawa oleh istrinya.

Buya Hamka kemudian mengatakan sesuatu tentang air mata, “Beginilah air mata, jatuh tanpa kehendak. Sesungguhnya air mata adalah garamnya kehidupan.” Sitti Raham kemudian menghiburnya, “Janganlah kau tambah garam dalam masakan itu, sudah cukup cintaku saja yang menjadi garam saat memasaknya.”

Dahlah, romantisme anak zaman now lewat, romantisme Buya Hamka dan Sitti Raham terhebaaat!

Ketujuh scene pencuri hati di atas hanya sebagian dari film pertama Buya Hamka. Masih banyak scene lain yang lebih menarik untuk disaksikan secara langsung di bioskop kesayangan Entertain Holic.

Sebagaimana kalimat yang Miminesia gunakan sebagai pelengkap judul artikel ini; "Hidup jangan biasa-biasa saja." Itulah pesan yang bisa Miminesia ambil dari film Buya Hamka Vol. 1. 
Bahwasanya penting untuk melakukan ikhtiar terbaik dalam hidup. Kerja keras harus dikombinasikan dengan kerja cerdas. Selain itu selalu berpegang pada tali agama Allah SWT adalah keharusan.

Di Balik Proses Penggarapan Film Buya Hamka

Kehidupan Buya Hamka yang penuh inspirasi sayang jika tidak didokumentasikan dalam bentuk karya film. Oleh karenanya, sejak 2015 MUI telah merencanakan untuk membuat film yang mengisahkan tentang sosok Buya Hamka.

Ketua MUI saat itu, Din Syamsuddin, mengadakan pertemuan dengan Ir. Chand Parwez Servia untuk membahas proses pembuatan filmnya. Saking besarnya film ini, dua rumah produksi bekerjasama dalam satu karya, yaitu Falcon Pictures dan Starvision Plus. Sementara itu, MUI menjadi penasihat pembuatan film.

Film Buya Hamka secara keseluruhan berdurasi 7 jam, yang kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Volume pertama telah mulai tayang di bioskop sejak 19 April 2023.

Dana yang dikeluarkan untuk memproduksi film ini kurang lebih 70 milliar. Tak heran, karena film ini harus menghadirkan set tempat dan waktu pada tahun 1930 - 1980an. Pengambilan gambar juga dilakukan di berbagai kota di Indonesia, termasuk di tempat kelahiran Buya Hamka, dan juga di Kairo, Mesir.

Berikut ini daftar pemain yang menyemarakkan film Buya Hamka:
  • Vino Bastian sebagai Abdul Malik Karim Amrullah/Hamka
  • Laudya Cynthia Bella sebagai Sitti Raham, istri Hamka
  • Donny Damara sebagai Abdul Karim Amrullah / Haji Rasul
  • Desy Ratnasari sebagai Ummi Safiyah, ibu Hamka
  • Mathias Muchus sebagai Ahmad Rasyid Sutan Mansur, guru dan kakak ipar Hamka
  • Ben Kasyafani sebagai Zainuddin Labay El Yunusy / Asrul
  • Ade Firman Hakim sebagai Karta
  • Marthino Lio sebagai Amir
  • Rhesa Putri sebagai Farida
  • Mawar de Jongh sebagai Kulsum
  • Ferry Salim sebagai Gubernur Nakashima
  • Anjasmara sebagai Soekarno, presiden Indonesia
  • Verdi Solaiman sebagai Abdul Karim Oei Tjeng Hien
  • Yoga Pratama sebagai Zaki Hamka, putra Hamka
  • Zayyan Sakha sebagai Zaki kecil
  • Raditya Ranindra sebagai Zaki
  • Roy Sungkono sebagai Rusydi Hamka, putra Hamka
  • Bima Azriel sebagai Rusydi kecil
  • Rasyid Albuqhari sebagai Rusydi
  • Ajil Ditto sebagai Fahri
  • Alfie Alfandy sebagai Dadang, sipir penjara Hamka
  • Yoriko Angeline sebagai Ola
  • Ivan Leonardy sebagai Ayah Ola
  • Sulistyo Kusumawati sebagai Ibu Ola
  • Ichsanuddin Ilyas sebagai Irfan Guci
  • Quinsha Malaika sebagai Azizah
  • C M van der Kruk sebagai Atasan tentara Belanda
Sementara itu sebagai penulis skenario ada Alim Sudio yang telah menulis 50an skenario film. Beberapa di antaranya Surga yang Tak Dirindukan dan Losmen Bu Broto. Alim juga dibantu oleh Cassandra Massardi.

Proses penulisan skenario adalah bagian terberat. Alim Sudio dan Cassandra Massardi bahkan melakukan revisi berulang kali. Penggarapan skenario membutuhkan waktu kurang lebih tiga tahun dengan 12 rancangan hingga akhirnya di-acc oleh semua pihak.

Sementara itu proses shooting sendiri telah dimulai sejak April 2019. Sejatinya film ini direncanakan untuk tayang sebelum 2023, tapi apa daya pandemi menerjang. Oleh karenanya baru tahun inilah, Buya Hamka menyapa di layar sinema.
Vino G Bastian dalam film Buya Hamka
Vino G Bastian, pemeran Hamka, mengaku ia telah mendapat tawaran untuk memerankan tokoh besar ini sejak 2017. Namun saat itu ia sudah terlanjur berperan sebagai Chrisye. Ia juga sempat ragu-ragu untuk memerankan tokoh sebesar Hamka.

Setelah bertemu dengan pihak keluarga dan berdiskusi panjang dengan sutradara, Vino akhirnya mantap mengambil peran ini. Saking seriusnya, ia sengaja tidak mengambil peran lain setelah menyelesaikan proses shooting Wiro Sableng.

Vino butuh melakukan riset agar dapat mendalami karakter Buya Hamka agar pesan dari film ini sampai ke hati penikmatnya. Sebagai orang awam, Miminesia akui kualitas akting Vino pada film ini luar biasa.

Suara khas Vino tidak nampak di film Buya Hamka, berganti dengan dialek Minang yang cukup fasih. Entah kalau orang asli Minang yang mendengarnya ya…

Khusus untuk bahasa Minang, Vino sampai harus belajar dulu lo. Apalagi bahasa Minang yang dipakai bukanlah bahasa kekinian, tetapi bahasa Minang kuno. Selain bahasa Minang, Vino juga harus belajar bahasa Arab karena Hamka seringkali bercakap menggunakan bahasa tersebut.

Jujur, Miminesia baru tahu akan ada film Buya Hamka dari salah satu Insta Story seorang teman. Waktu tahu pemerannya adalah Vino G Bastian, langsung udah bertekad untuk menontonnya.

Miminesia cukup mengikuti perjalanan akting Vino dari zaman Radit & Jani. Biasa memerankan karakter-karakter slengekan di masa mudanya, kini Vino mendapat tantangan untuk berperan sebagai tokoh ulama besar seperti Hamka… aaah penasaran.

Untungnya juga bukan Reza Rahadian yang didapuk jadi Hamka ya.. hihi. Bisa-bisa nanti seluruh rakyat Indonesia bersorak, Reza lagi Reza lagi…

Btw, Reza Rahadian juga nanti bakal nongol di film ini kok. Tentu saja sebagai H.O.S Tjokroaminoto. Sudah nonton belum waktu Reza main sebagai tokoh nasional tersebut?

Oya, film Buya Hamka disutradarai oleh Fajar Bustomi yang melejit lewat film Dilan. Semakin penasaran pasti kan? Apakah tangan dingin Fajar Bustomi bisa menghasilkan karya biopik dari sosok legendaris ini?

Dengan dukungan Samuel Wattimena di bagian penata busana dan Purwatjaraka di bagian scoring, film Buya Hamka Vol.1 cukup memuaskan sih. Walau ada beberapa detail yang mungkin membuat berkerut.

Seperti saat di awal film, dikisahkan Buya Hamka sedang berada di tahanan, wajahnya sudah cukup tua, tetapi tangannya masih mulus gaess. Padahal di bagian Sitti Raham, detail kerutan di bagian tangannya diperhatikan lo. Hmm, mungkin kelupaan atau bahannya kurang, eeeh…

Btw, soal make up tua ini, Vino dan Laudya Cynthia Bella butuh waktu 4 jam dalam prosesnya lo. Make up prostetik ini adalah sebuah make up khusus yang menggunakan tambahan materi agar terlihat nyata.

Nah, sayangnya, menurut Miminesia nih, make up protestik di film vol. 1 ini masih terlihat ‘make up’ nya gitu. Kurang menyatu, jadi naturalnya kurang dapat.

Lalu kesan lain yang tertangkap oleh Miminesia, ceritanya cukup padat banget… buat yang nggak biasa nonton film-film biopik bisa jadi menguap beberapa kali. Terbukti penonton di sebelah Miminesia, malah checkout belanjaan di Shopee lo.. eeh.

Loncatan antara satu scene ke scene lain kadangkala terasa kurang mulus. Masih cukup bisa dinikmati sih, walau Miminesia merasa film pertama ini seakan hanya prolog sebelum masuk ke volume 2 dan 3. Tapi kalau sebagai prolog ya kok panjaang amat. 

Namun untuk segala usaha dan dedikasi yang diberikan dalam menghadirkan film ini, Miminesia sih sangat mengapresiasi ya. Semoga akan lahir film-film berkualitas lainnya karya anak bangsa. 8/10 lah buat Film Buya Hamka Vol.1.
Buya Hamka Vol 2 dan 3
Di akhir film ada semacam cuplikan Vol. 2 dan 3. Uniknya film ini alurnya campuran, Entertain Holic. Cerita tentang masa kecil Buya Hamka justru ada di Vol.3.

Sementara di Vol. 2 akan lebih banyak berkisah tentang perjuangan Buya Hamka saat Belanda kembali datang, juga perseteruannya dengan Soekarno hingga dicap sebagai pembelot. Hmm, menarik.

Cukup untuk membuat Miminesia penasaran dengan kelanjutan film ini yang santer diberitakan akan tayang pada liburan Idul Adha mendatang. Hmm, siap-siap dari sekarang laaah.

So, mumpung film Buya Hamka Vol.1 masih tayang di bioskop, segera ajak seluruh kerabat dan sahabat untuk memenuhi studio! Biar yang nangkring di film laris Indonesia nggak cuma film-film horor nggak jelas gitu loh.

Selamat berkenalan lebih dekat dengan sosok ulama sekaligus sastrawan besar Indonesia! Sampai jumpa di review Film Buya Hamka Vol. 2, insya Allah. Buat yang sudah nonton Film Buya Hamka Vol.1, boleh lo share pengalaman dan insight yang Entertain Holic dapat di kolom komentar.***
Marita Ningtyas
A wife, a mom of two, a blogger and writerpreneur, also a parenting enthusiast. Menulis bukan hanya passion, namun juga merupakan kebutuhan dan keinginan untuk berbagi manfaat. Tinggal di kota Lunpia, namun jarang-jarang makan Lunpia.

Related Posts

3 comments

  1. Seneng peran Vino setelah lihat film sebelumnya, awalnya gak terlalu suka. Lama kelamaan la kok meranin tokoh² besar, semakin penasaran donk kaya apa dia meranin Buya Hamka ini.

    Tulisan dalam artikel ini mengandung apa sih, Min? Aku baca ikutan greget juga, lo. Gak cukup vol 1, etapi vol² lainnya euy.

    Belum nonton akuhnya, pengin nonton dengan khusyuk tanpa gangguan anak², tapi ku tidyak bisyaaaa karena ada bayik

    Mantengin disini dulu sementara sudah ada gambarannya, sedikit terobati euy.

    Anyway, filmnya gak bisa dilihat secara online, ya? Beli tiketnya online nontonnya dirumah aja? Huhuhu

    ReplyDelete
  2. Film yang memperkenalkan sosok sungguh pantas jadi teladan di era krisis akan keteladanan. Anak muda mesti mengenal bahkan menyelam dalam karya-karya beliau (Buya Hamka) selain Nabi Muhammad Saw.

    ReplyDelete
  3. Masyaa Allah, luar biasa.
    Isi ulasan membuat saya pribadi sebagai pembaca cukup memahami alur film Buya Hamka (meski belum menontonnya secara langsung).
    Terima kasih sudah berbagi. ^^

    ReplyDelete

Post a Comment